Deskripsi |
Di makam ini, terdapat dua kuburan. Dahulu, sesepuh desa berusaha untuk mengetahui siapa tokoh yang menempati makam tersebut. Namun, belum ada kejelasan yang ditemukan hingga saat ini siapa tokoh tersebut. Salah satu narasumber menyebutkan bahwa dahulu, makam tersebut dianggap angker. Banyak kecelakaan terjadi pada kendaraan-kendaraan yang melewati area makam dan dahulunya area tersebut hanya terdiri dari pohon-pohon saja dan ketika bulan Ruah tiba, dilakukan acara tahlil. Terdapat pula suatu kepercayaan bahwa nama Dusun (Dusun Carikan) ini diberikan oleh Kyai Carik. Namun, hingga saat ini belum dapat dipastikan mana yang lebih awal antara lahirnya nama Carikan atau kehadiran makam tersebut. Asumsi yang berkembang di masyarakat selama ini adalah bahwa yang menempati makam tersebut adalah Simbah Carik Kakung dan Putri. Di makam tersebut juga terdapat "cowek" sebagai bentuk petilasan. Adapun ritual khusus yang dilaksanakan di makam tersebut adalah sadranan, yang merupakan bentuk penghormatan dan rasa syukur atas rezeki dan kekayaan yang diberikan kepada Desa. Meski tidak ada aturan atau tata tertib khusus di makam ini serta ketiadaan juru kunci, eksistensi makam ini dikenal hingga luar Kota Temanggung. Bahkan, ada masyarakat dari Jawa Timur yang melakukan ziarah ke sana. Tutur salah satu narasumber, sesepuh Desa setempat kurang suka jika nantinya makam ini dibangun secara berlebihan karena dapat memicu fanatisme di masyarakat. Namun, perawatan dan pelestarian makam tetap diperlukan dan dilaksanakan secara rutin hingga masa yang akan datang. Adapun upaya pelestarian yang dilakukan masyarakat adalah sadranan dan perawatan kebersihan. Pada awal tahun 2000, tanah di sekitar makam dipasangi paving dan hingga saat ini belum ada pembangunan lebih lanjut untuk memperindah makam. Saat sadranan, anak-anak muda ikut berpartisipasi dan sekolah diliburkan karena sadranan dilakukan pada hari Jumat. Hal ini diterapkan dengan tujuan untuk melibatkan anak-anak agar di masa depan, tradisi tersebut tidak hilang. Ritual sadranan di makam tersebut dilakukan berdasarkan hitungan Jawa, yaitu antara tanggal 10 hingga 15 bulan Ruah. |